KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT
kerena atas berkat limpahan nikmatNYA, sehingga kami bisa menyusun dan
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, karena beliaulah
satu-satunya nabi yang membawa umat manusia dari zaman jahiliah menuju ke zaman
islamiah.
Makalah ini kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Gender. Dengan harapan dapat bermanfaat
bagi mahasiswa terutama sebagai penunjang dalam proses pembelajaran. Sehingga
dapat memberi kemudahan bagi mahasiswa terkait dengan pembelajaran tersebut.
Selain itu kami berharap dengan adanya penyusunan makalah ini menjadikan kami
sebagai mahasiswa yang lebih kreatif dan lebih inovatif kedepannya.
Dalam makalah ini kami akan
membahas tentang “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga”. kami akan
memberikan pemaparan mengenai hal tersebut secara lebih dalam. makalah ini
terbagi dalam tiga bagian besar. Yaitu pendahuluan, pemabahasan dan penutup.
Tak
lupa kami juga mengucapkan terimakasih banyak kepada:
1. Ibu
Tutik Sulistyowati selaku dosen pembina mata kuliah Sosiologi Gender
2. Orangtua-orangtua
kami yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta
3. Rekan-rekan
yang berperan aktif dalam pembuatan paper ini. Sehingga paper ini dapat tersusun dengan tepat waktu.
Demikian
pengantar dari kami, kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk
makalah ini. Untuk perbaikan makalah kami kedepannya. Karena makalah ini
sangatlah banyak kekurangan. Terimakasih.
Malang, 18 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
Kata
Pengantar………………………………………………………………………..1
Daftar
isi………………………………………………………………………………2
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah……………………………………………………...3-4
B. Rumusan
Masalah…………………………………………………………….5
C. Tujuan
dan manfaat…………………………………………………………...5
BAB
II ISI
A. Konsep
gender……………………………………………………………….6
B. Pengertian
tindak kekerasan…………………………………………………7
C. Akibat
tindak kekerasan……………………………………………………..8
D. Penyebab
tindak kekerasan dalam rumah tangga……………………………9
E. Akibat
tindak kekerasan……………………………………………………..10
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………….11
B. Saran…………………………………………………………………………12
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………..13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Studi tentang gender bukan hanya sekedar
sebuah upaya memahamiperempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana
menempatkan keduanya dalam konteks sistem sosial yang integral. Konstruk sosial
yang cenderung membedakan laki-laki dan perempuan, berdampak tidak hanya pada pengalaman
yang berbeda antara keduanya, tetapi terjadi ketidaksetaraan dan ketidakadilan
gender di bidang sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Ketidaksetaraan dan
ketidakadlilan gender ini menjadi problem pembangunan. Khususnya dalam
menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Akibat dari ketidakadilan
gender ini salah satunya menyebabkan tindak kekerasan terhadap kaum perempuan. Kekerasan
terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia
dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk
diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Tindak kekerasan di dalam
rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku
dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, Pelaku dan korban
tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi
oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa. Tindak
kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius,
akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum
karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat,
kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup
sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan
keharmonisan rumah tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan
pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala
keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam
lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996).
Perspektif gender beranggapan tindak
kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui konteks sosial. Menurut Berger (1990), perilaku individu
sesungguhnya merupakan produk sosial, dengan demikian nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat turut membentuk prilaku individu artinya apabila nilai
yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang muncul adalah superioritas
laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam kehidupan
keluarga adalah dominasi suami atas istri. Mave Cormack dan Stathern (1990)
menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori
nature and culture. Dalam proses
transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang
menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature). Secara kultural laki-laki ditempatkan pada
posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk
menaklukan dan memaksa perempuan. Dari
dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social
structure yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga
mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi
pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi
terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon
masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut,
tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru,
suami dominan terhadap istri. Rumah
tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat
otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan
kekuasaan publik.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan kami ambil yaitu:
1. Bagaimanakah
konsep Gender?
2. Apa
itu tindak kekerasan?
3. Apa
saja penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga?
4. Bagaimanakah
akibat dari tindak kekerasan tersebut?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari
rumusan masalah diatas maka tujuan penulisannya yaitu:
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah konsep gender
2. Untuk
mengetahui apa itu tindak kekerasan
3. Untuk
mengetahui apa sajakah penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga.
4. Untuk
mengetahui bagaimanakah akibat dari tindak kekerasan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Gender
Kata
gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan
(konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu
berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya
setempat. Dengan demikian, kalau membahas tentang konsep dan ruang lingkup
gender berarti menyangkut peran, fungsi, status, tanggungjawab, kebutuhan umum,
kebutuhan khusus, permasalahan umum, permasalahan khusus, baik pada laki-laki
maupun perempuan. Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan
kontra baik di kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu
dan bahkan sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam
dan terusik pada saat mendengar kata ‟gender‟. Ada semacam mind set yang alergi
terhadap apapun yang berkaitan dengan gender. Hal ini dikarenakan adanya
stereotipe terhadap istilah gender yang dianggap sebagai penyebab perubahan
negatif terhadap tatanan keluarga dan masyarakat dengan memaksa kaum perempuan
yang seharusnya berada di sektor domestik di dalam rumah berpindah ke sektor
produktif di luar rumah.
Permasalahan
gender bermula dari permasalahan relasi gender di tingkat keluarga yang tidak
seimbang dan merugikan salah satu pihak. Apabila relasi gender ini dianggap
bermasalah dan merugikan salah satu pihak, maka dampak dari kesenjangan gender
tersebut, tampak pada kehidupan keluarga yaitu adanya bias gender dalam bidang
pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja serta ekonomi yang semuanya membawa
ketertinggalan kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Dampak masalah
kesenjangan gender ini salah satunya adalah domestic violence (kekerasan dalam
rumahtangga) yang kasusnya lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan
dengan laki-laki.
B.
Pengertian
Tindak Kekerasan
Kekerasan
dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Tindak kekerasan di
dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku
dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Pelaku dan korban
tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi
oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Tindak
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini
bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi,
dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki
dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan
perempuan tersubordinasi.
Tindak kekerasan pada
istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi
kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena
beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua:
tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat
pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah
tangga, ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami
sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri
dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto,
1996).
Kecenderungan tindak
kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor dukungan sosial dan
kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa
diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi
pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila
istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada
istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi,
masyarakat tidak boleh ikut campur.
C.
Bentuk-bentuk
Kekerasan
Menurut Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat)
macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan
fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut
dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya
perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau
bekas luka lainnya.
2.
Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan
psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang
termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar
yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar,
mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan
jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
4.
Kekerasan ekonomi
Setiap
orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri.
D.
Penyebab
Kekerasan Terhadap perempuan
1. Adanya
pengaruh dari budaya patriarki yang ada ditengah masyarakat. Ada semacam hubungan
kekuasaan di dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan pada posisi yang
lebih rendah daripada laki-laki. Dalam struktur dominasi tersebut kekerasaan seringkali
digunakan untuk memenangkan perbedaan, menyatakan rasa tidak puas ataupun untuk
mendemontrasikan dominasi semata-mata. Dari hubungan yang demikian seolah-olah
laki-laki dapat melakukan apa saja kepada perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah
tangga. Dalam hal ini ada ketidaksetaraan antara laki-laki dengan perempuan.
Muncul ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tampak pada
adanya peminggiran terhadap kaum perempuan (marginalisasi), penomorduaan
(subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif), adanya beban ganda pada perempuan
serta kekerasan pada perempuan.
2. Adanya
pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali
menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada di bawah kekuasaan
laki-laki (suami), sehingga suami menganggap dirinya berhak melakukan apapun
terhadap istri. Misalnya, pemukulan dianggap sebagai cara yang wajar dalam
”mendidik” istri.
3. Prilaku
meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam rumah
tangga. Bagi anak, orang tua merupakan model atau panutan untuk anak. Anak
memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan
menganggap bahwa kekerasan adalah suatu penyelesaian permasalahan yang wajar
untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anak anak menjadi dewasa.
4. Tekanan
hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan),
kehilangan pekerjaan (pengangguran), dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
memungkinkan seseorang mengalami stress dan kemudian dapat memicu terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.
5. Beban
pengasuhan anak
Istri yang tidak
bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan
terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan
dalam rumah tangga.
E. Akibat Dari Tindak Kekerasan
Dampak
pada perempuan korban dapat berupa dampak jangka pendek atau dampak langsung
dan dampak jangka panjang. Dampak langsung bisa berupa luka fisik, kehamilan
yang tidak diinginkan, hilangnya pekerjaan, dan lain sebagainya. Sedangkan
dalam jangka panjang perempuan korban dapat mengalami gangguan psikis seperti
hilangnya rasa percaya diri (menutup diri), ketakutan yang berlebihan, dan
sebagainya. Kekerasan yang terjadi terkadang dilakukan pula secara berulang oleh
pelaku pada korban yang sama. Kekerasan semacam ini dapat memperburuk keadaan
si korban. Secara psikologis tentu akan muncul rasa takut hingga depresi.
Kekerasan
yang terjadi pada istri dapat pula melahirkan kekerasan lanjutan. Anak dapat
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga baik itu secara langsung oleh si
pelaku maupun menjadi korban kedua (lanjutan) atas kekerasan dalam rumah tangga
yang dialami oleh si korban pertama. Misalnya, suami melakukan kekerasan pada
istri dan kemudian istri melampiaskan kekerasan tersebut pada si anak. Pada
anak, selain berdampak pada kondisi psikologis (traumatik), dalam jangka
panjang dapat berdampak pula pada munculnya kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan
dalam rumah tangga di masa yang akan datang. Proses tumbuh kembang anak tentu
menjadi terganggu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
o
Dampak masalah kesenjangan gender salah
satunya adalah domestic violence (kekerasan dalam rumahtangga) yang kasusnya
lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
o
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga
(domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian
dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di
dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota
keluarga di dalam rumah tangga. Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam
rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status
sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
o
Tindak kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya
yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior
dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan
mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi.
o
Penyebab tindak kekerasan terhadap
perempuan adalah karena pengaruh budaya patriarkhi, adanya ajaran agama yang
keliru, perilaku meniru oleh anak yang diserapp dalam rumah tangga, tekanan
hidup yang dialami seseorang, beban pengasuhan anak.
o
Bentuk-bentuk kekerasan meliputi
kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, seksual
o
Adanya kekerasan ini berdampak langsung
dan tidak langsung terhadap korban tindak kekerasan
B.
Saran
Persoalan
kekerasan dalam rumah tangga bukan
hanya persoalan milik perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Perlu keterlibatan laki-laki
untuk bersama-sama melangkah dan
berbuat sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu disadari adalah bahwa pemulihan korban
dari dampak kekerasan dalam rumah
tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, pencegahan, pendampingan, pemulihan dan penegakan
hukum dari tindak kekerasan dalam
rumah tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dep.
Kes. RI. (2006). Sekilas Tentang
Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Diambil pada tanggal
26 Oktober 2006 dari http://www.depkes.co.id.
Hasbianto,
Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan
WHO.
(2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada tanggal
20 november 2015 dari www.depkes.go.id.
file:///E:/genderff/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html.
Diakses pada tanggal 21
november 2015 jam 14.00
http://pkko.fik.ui.ac.id/files/KEKERASAN%20PADA%20ISTRI%20DALAM%20RUMAH%0 TANGGA.doc. diakses pada tanggal 24 november
2014 jam 11.10
https://www.academia.edu/578338/faktorfaktor_penyebab_terjadinya_kekerasan_terhadap_ perempuan_dalam_rumah_tangga_studi_di_polres_mataram.
Diakses pada tanggal 24 november
2015 jam 11.12