Minggu, 29 November 2015

Study Tentang Gender "Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga"



KATA PENGANTAR
             Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT kerena atas berkat limpahan nikmatNYA, sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, karena beliaulah satu-satunya nabi yang membawa umat manusia dari zaman jahiliah menuju ke zaman islamiah.
            Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Gender. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi mahasiswa terutama sebagai penunjang dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat memberi kemudahan bagi mahasiswa terkait dengan pembelajaran tersebut. Selain itu kami berharap dengan adanya penyusunan makalah ini menjadikan kami sebagai mahasiswa yang lebih kreatif dan lebih inovatif kedepannya.
            Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga”. kami akan memberikan pemaparan mengenai hal tersebut secara lebih dalam. makalah ini terbagi dalam tiga bagian besar. Yaitu pendahuluan, pemabahasan dan penutup.
Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih banyak kepada:
1.      Ibu Tutik Sulistyowati selaku dosen pembina mata kuliah Sosiologi Gender
2.      Orangtua-orangtua kami yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta
3.      Rekan-rekan yang berperan aktif dalam pembuatan paper ini. Sehingga paper ini dapat  tersusun dengan tepat waktu.
Demikian pengantar dari kami, kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk makalah ini. Untuk perbaikan makalah kami kedepannya. Karena makalah ini sangatlah banyak kekurangan. Terimakasih.
                                                                       
Malang,  18 November 2015 
                 Penulis



DAFTAR ISI


Halaman Judul
Kata Pengantar………………………………………………………………………..1
Daftar isi………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah……………………………………………………...3-4
B.     Rumusan Masalah…………………………………………………………….5
C.     Tujuan dan manfaat…………………………………………………………...5
BAB II ISI
A.    Konsep gender……………………………………………………………….6
B.     Pengertian tindak kekerasan…………………………………………………7
C.     Akibat tindak kekerasan……………………………………………………..8
D.    Penyebab tindak kekerasan dalam rumah tangga……………………………9
E.     Akibat tindak kekerasan……………………………………………………..10      
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan………………………………………………………………….11
B.     Saran…………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..13     




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Studi tentang gender bukan hanya sekedar sebuah upaya memahamiperempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan keduanya dalam konteks sistem sosial yang integral. Konstruk sosial yang cenderung membedakan laki-laki dan perempuan, berdampak tidak hanya pada pengalaman yang berbeda antara keduanya, tetapi terjadi ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender di bidang sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Ketidaksetaraan dan ketidakadlilan gender ini menjadi problem pembangunan. Khususnya dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Akibat dari ketidakadilan gender ini salah satunya menyebabkan tindak kekerasan terhadap kaum perempuan. Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.  Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa. Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga (sanctitive of the home), ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996).
Perspektif gender beranggapan tindak kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui konteks sosial.  Menurut Berger (1990), perilaku individu sesungguhnya merupakan produk sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut membentuk prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang muncul adalah superioritas laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam kehidupan keluarga adalah dominasi suami atas istri. Mave Cormack dan Stathern (1990) menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori nature and culture.  Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan.  Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature).  Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan.  Dari dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang dihadapi.  Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami.  Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan.  Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan terhadap istri.  Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan kekuasaan publik.



B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan kami ambil yaitu:
1.      Bagaimanakah konsep Gender?
2.      Apa itu tindak kekerasan?
3.      Apa saja penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga?
4.      Bagaimanakah akibat dari tindak kekerasan tersebut?

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penulisannya yaitu:
1.      Untuk mengetahui bagaimanakah konsep gender
2.      Untuk mengetahui apa itu tindak kekerasan
3.      Untuk mengetahui apa sajakah penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
4.      Untuk mengetahui bagaimanakah akibat dari tindak kekerasan tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsep Gender
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Dengan demikian, kalau membahas tentang konsep dan ruang lingkup gender berarti menyangkut peran, fungsi, status, tanggungjawab, kebutuhan umum, kebutuhan khusus, permasalahan umum, permasalahan khusus, baik pada laki-laki maupun perempuan. Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik di kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan bahkan sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam dan terusik pada saat mendengar kata ‟gender‟. Ada semacam mind set yang alergi terhadap apapun yang berkaitan dengan gender. Hal ini dikarenakan adanya stereotipe terhadap istilah gender yang dianggap sebagai penyebab perubahan negatif terhadap tatanan keluarga dan masyarakat dengan memaksa kaum perempuan yang seharusnya berada di sektor domestik di dalam rumah berpindah ke sektor produktif di luar rumah.
Permasalahan gender bermula dari permasalahan relasi gender di tingkat keluarga yang tidak seimbang dan merugikan salah satu pihak. Apabila relasi gender ini dianggap bermasalah dan merugikan salah satu pihak, maka dampak dari kesenjangan gender tersebut, tampak pada kehidupan keluarga yaitu adanya bias gender dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja serta ekonomi yang semuanya membawa ketertinggalan kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Dampak masalah kesenjangan gender ini salah satunya adalah domestic violence (kekerasan dalam rumahtangga) yang kasusnya lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

B.       Pengertian Tindak Kekerasan
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.  Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi.
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga, ketiga: tindak kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan. (Hasbianto, 1996).
Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur.
C.      Bentuk-bentuk Kekerasan

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1.     Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
D.      Penyebab Kekerasan Terhadap perempuan
1.      Adanya pengaruh dari budaya patriarki yang ada ditengah masyarakat. Ada semacam hubungan kekuasaan di dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam struktur dominasi tersebut kekerasaan seringkali digunakan untuk memenangkan perbedaan, menyatakan rasa tidak puas ataupun untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata. Dari hubungan yang demikian seolah-olah laki-laki dapat melakukan apa saja kepada perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini ada ketidaksetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Muncul ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tampak pada adanya peminggiran terhadap kaum perempuan (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif), adanya beban ganda pada perempuan serta kekerasan pada perempuan.
2.      Adanya pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada di bawah kekuasaan laki-laki (suami), sehingga suami menganggap dirinya berhak melakukan apapun terhadap istri. Misalnya, pemukulan dianggap sebagai cara yang wajar dalam ”mendidik” istri.
3.      Prilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam rumah tangga. Bagi anak, orang tua merupakan model atau panutan untuk anak. Anak memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan menganggap bahwa kekerasan adalah suatu penyelesaian permasalahan yang wajar untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anak anak menjadi dewasa.
4.      Tekanan hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan), kehilangan pekerjaan (pengangguran), dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut memungkinkan seseorang mengalami stress dan kemudian dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
5.      Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

E.     Akibat Dari Tindak Kekerasan
Dampak pada perempuan korban dapat berupa dampak jangka pendek atau dampak langsung dan dampak jangka panjang. Dampak langsung bisa berupa luka fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya pekerjaan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam jangka panjang perempuan korban dapat mengalami gangguan psikis seperti hilangnya rasa percaya diri (menutup diri), ketakutan yang berlebihan, dan sebagainya. Kekerasan yang terjadi terkadang dilakukan pula secara berulang oleh pelaku pada korban yang sama. Kekerasan semacam ini dapat memperburuk keadaan si korban. Secara psikologis tentu akan muncul rasa takut hingga depresi.
Kekerasan yang terjadi pada istri dapat pula melahirkan kekerasan lanjutan. Anak dapat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga baik itu secara langsung oleh si pelaku maupun menjadi korban kedua (lanjutan) atas kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh si korban pertama. Misalnya, suami melakukan kekerasan pada istri dan kemudian istri melampiaskan kekerasan tersebut pada si anak. Pada anak, selain berdampak pada kondisi psikologis (traumatik), dalam jangka panjang dapat berdampak pula pada munculnya kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga di masa yang akan datang. Proses tumbuh kembang anak tentu menjadi terganggu.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
o  Dampak masalah kesenjangan gender salah satunya adalah domestic violence (kekerasan dalam rumahtangga) yang kasusnya lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
o  Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.  Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
o  Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi.
o  Penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan adalah karena pengaruh budaya patriarkhi, adanya ajaran agama yang keliru, perilaku meniru oleh anak yang diserapp dalam rumah tangga, tekanan hidup yang dialami seseorang, beban pengasuhan anak.
o  Bentuk-bentuk kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, seksual
o  Adanya kekerasan ini berdampak langsung dan tidak langsung terhadap korban tindak kekerasan

B.       Saran

Persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan milik perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Perlu keterlibatan laki-laki untuk bersama-sama melangkah dan berbuat sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu disadari adalah bahwa pemulihan korban dari dampak kekerasan dalam rumah tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, pencegahan, pendampingan, pemulihan dan penegakan hukum dari tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya.



DAFTAR PUSTAKA
Dep. Kes. RI. (2006).  Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah   Tangga.  Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari http://www.depkes.co.id.
Hasbianto, Elli N.  (1996).  Kekerasan Dalam Rumah Tangga.  Potret Muram Kehidupan
WHO. (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada tanggal 20 november 2015 dari www.depkes.go.id.
file:///E:/genderff/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html. Diakses pada tanggal 21                      november 2015 jam 14.00
http://pkko.fik.ui.ac.id/files/KEKERASAN%20PADA%20ISTRI%20DALAM%20RUMAH%0 TANGGA.doc. diakses pada tanggal 24 november 2014 jam 11.10
https://www.academia.edu/578338/faktorfaktor_penyebab_terjadinya_kekerasan_terhadap_            perempuan_dalam_rumah_tangga_studi_di_polres_mataram. Diakses pada tanggal 24       november 2015 jam 11.12



Tidak ada komentar:

Posting Komentar