Senin, 02 November 2015

PENCERAHAN POLITIK

Politik di Indonesia sudah sangat dalam kondisi yang mengerikan. Pancasila tidak lagi di jadikan ideology bangsa yang secara hukum harus di taati. hampir setiap hari kita di cengangkan oleh Bebagai kasus-kasus yang muncul di dalam maupun diluar partai bahkan di tingkat daerah. Seperti kasus korupsi, kolusi, nepotisme mafia pajak, hingga suap menyuap. Ini menandakan betapa bobroknya moralitas bangsa Indonesia saat ini. Mengaku mempunyai latar belakang pendidikan politik yang tinggi namun kenyataannya perilakunya tidak mencerminkan hal yang demikian itu. Lalu apa yang salah? Dan apa yang harus di benahi di tahun 2015 ini untuk mencapai bangsa Indonesia yang bebas dari korupsi, Indonesia yang jujur? Sudahkan penegakkan hukum di negeri kita ini dijalankan? Ataukah kita sudah pesimis dan menyerah melihat 2014 adalah tahun politik. Tahun yang akan penuh dengan gesekan? Jawaban dari pertanyaan diatas akan menjadi sebuah realita yang harus dihadapi dan sebuah solusi yang perlu direalisasikan bersama, antara pemerintah dan tentunya masyarakat, dalam upaya-upaya penegakkan hukum, moral dan karakter bangsa Indonesia. Sebagai seorang mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, menurut saya salah satu upayanya adalah dengan memaksimalkan system pendidikan di Negara kita. Pendidikan merupakan integritas sebuah bangsa, jadi perlu adanya upaya-upaya perjuangan dalam membentuk sebuah system pendidikan yang nyata membentuk karakter bangsa. Karakter yang bermoral dan beretika. Aristoteles dengan lembut mengatakan, “Pendidikan intelektual tanpa dilandasi dengan pendidikan hati (moral dan karakter), sama artinya dengan tidak adanya pendidikan”. Begitu juga Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). Dengan pendidikan hati inilah negara kita bermoral, berkarakter dan terbebas dari belenggu korupsi yang sudah di ujung tanduk dan akan menghempaskan Indonesia. Hakim akan menegakkan hukum bilamana hatinya dididik untuk jujur. Birokrat dan wakil rakyat akan memegang janjinya apabila intelektualitasnya diimbangi dengan kejujuran hati dan tanggung jawab. Suara hati merupakan suara kejujuran. Maka masyarakat perlu menanamkan karakter pada dirinya masing-masing sejak dini. Sejak sebelum menjadi hakim, sejak sebelum menjadi birokrat, sejak sebelum menjadi anggota dewan. Eksekusinya adalah setelah semuanya “menjadi”, maka terapkan apa yang kemudian kita sebut pendidikan hati nurani atau kejujuran itu sendiri. Kita tahu Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN Bab II pasal 4). Dengan mengacu pada tujuan Pendidikan Nasional diatas perlunya mengkontruksi, menanamkan, mengembangkan dan memanivestasikan moralitas dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan demikian adanya keseimbangan dalam porsi pendidikan yang bertumpu pada kecerdasan intelektual (IQ) dengan pendidikan yang bertumpu pada kecderdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional ini akan membangun sebuah karakter pada diri seseorang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Bagi Indonesia saat ini, tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita sebagai bangsa Indonesia. Untuk itu kita harus berusaha bersama-sama untuk mewujudkannya, agar Negara kita ini terbebas dari kata korupsi, kolusi maupun nepotisme yang kian hari kian merajalela. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar